Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Duka Indonesia Raya

DUKA INDONESIA RAYA Kerusuhan adalah balasan olahan pemerintahan Siapa tak tahan? Ketika alat jadi perahan Di balik meja; tawa tak tertahankan Bualan! Hidup dengan kemunafikan untuk sumber kekayaan Di lorong, rakyat melolong menolak kebohongan Senapan dan kekerasan siap untuk menghadang Tetapi; kami tidak ingin mati dikebiri  Negeri ini hancur dengan ulah pemimpin sendiri Barangkali janji hanya sebagai umpan. Tak mempan!  kami tak takut dengan jajahan! Kalian hanya budak-budak pion pemerintahan. Kalian hanya tikus-tikus got yang rakus kekuasaan. Kalian, Kalian hanya manusia-manusia buta tak punya jiwa yang miskin atensi disertai rasa tidak peduli pada kami; yang katanya kalian wakilkan. Cuih! Bahkan tak sudi rasanya kusebut kalian manusia. Toh memanusiakan manusia pun tidak. Hahaha! Seumpama hati ikut merdeka, Negeri ini akan jauh dari kata nestapa. Seumpama korupsi—korporasi di kebiri, Negeri ini kaya r...

O, Kartini biar aku yang mengganti

O, Kartini biar aku yang mengganti Indah nian hidup sebagai wanita idaman adam Pagi sampai malam; cinta tak pernah tenggelam Kebaya dan mahkota seraya berpasangan Kecantikan adalah hadiah seserahan pernikahan Kandil memanggil: mari kita menari Ia ingin menyulut semangat Agar tak kaku saat tiba musim dingin Merona saat musim semi tiba sesaat Dari bilik-bilik jendela Beberapa wanita menggila Diperkosa tak kenal segala usia Hidupnya hancur—pilih jadi pelacur O Kartini, bakar jiwa kami Biar penerusmu mengganti Emansipasi wanita—pemberani Kecerdasaan tetap harus dijunjung tinggi Ingat ini Kartini! Semangatmu abadi Kuraih cita-citamu lagi Wanita perlu dihargai; bukan dipermalukan harga diri - mesinketik

Aura, kata pujangga

Aura, kata pujangga Aura, tepat kata pujangga dalam renung nasib dan bahagia ketika hati tak hati-hati tempatkan sisi siapa berani? meradang segala halangan perestuan dan perseteruan hamilkan umpatan sembunyi wajah dari bilik penyesalan tetes air matanya adu kecepatan tetapi pundak berdiri tetap tegak kesedihan disulam jadi pakaian bias tatap mata bahagia tak tenaga lentik jari tak kuasa: lepas genggamannya di beranda angin bersejuk suasana sebelum lampu tertidur dari lamunan ada dari yang lain dipikirkan! tiba pertanyaan usai tiada nestapa memantik kata-kata Menarilah pada kaca, Aura bila belati begitu nyeri terasa di dada kita belum apa-apa di balik lima warsa pun sejahtera pada tempat biasa kata jangan kau tanya ke mana aku pergi; buka hati lalu pahami isi, aku tak pernah mati! - mesinketik

Malam yang sama

Malam yang sama purnama tepat di kepala perjuangan tiba; bekal tiada langit lepas namun hati tak bebas mengikat hening teruntuk kenang begitu dalam, begitu karam kudengar umpatan dari balik pintu ibumu berkata: Aku hanya angin lalu bergegas! telinga seketika memanas kutanggalkan air mata di beranda malam diam-diam memuram pun duka lagi berbagi sepi doa-doa kubangun jadi sia-sia ah sialan! kini kau malah ikut berperan walau Aku membelah diri, kau kunanti sejauh ke mana kaupergi menjelma udara di kota menjelma ranting cuaca menjelma rekah bunga kamboja - mesinketik

Yang hilang dikenang

Gambar
Yang hilang dikenang bahkan larik-larik tak juga kaulirik seumpama bunga menjelma retorika bermekar ia pada taman-taman kota tetapi gugurnya bisa saja dilupa malaikat sedang terikat dalam jerat tanda pertolongan tiada: celaka! sulam kesedihan sedemikian rupa hujan membasuh menyuburkan luka tak ada lebih tabah, setiap aspal meleleh ditangisnya ketika kata rindu seorang pujangga sampai kita kalah; semangat tetap menyala kau mati ditikam rindu, aku tetap menanti kali ini baik! tak ada lagi mengungsi aku kembali berlari menuntun kau pergi - mesinketik

Penolakan dari segala tembakan

Penolakan dari segala tembakan Sayup membuka pagi paling redup Di jendela terbit lonceng pengeras—membias Suara lekas hengkang dari ancaman luka Di tepi bibir rona merahmu; aku meronta Bak tangis bayi merindukan sebotol susu Ketika cahaya setia manjakan kata Entah pada siapa burung bertanya Menyambut pelbagai ucapan perpisahan Gulana merana akibat bertanya Aku tak kenal cinta dan segala perannya Seandainya perasaan bagai bunga edelweis Tumbuh bermekar; mengakar-menjalar Abadi dalam dingin yang tak tertandingi Memeluk angin paling tinggi menghiasi Tak ada tangis, haru yang menderu Jangan, Jangan lagi kautolak aku dengan peluru Meskipun lumasan mesiunya berbau tabu Sesungguhnya talu tangisku mengicip pilu Memperebutkan seribu bayang-bayang sesal Jika aku adalah makhluk paling candala Lantas kau tahu cara menanganinya Basuh dengan umpatan-umpatan menyayat hati Lalu lekas bersihkan dengan cara menjauhi Kembali redup! - me...